TAFSIR SURAT ALI IMRAN AYAT 195
A.
Ayat dan Terjemah
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ
عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ
هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا
وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ
عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
Maka Tuhan mereka
memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.
Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan
Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi
Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.
B.
Tafsir Mufradat
اسْتَجَابَ :istajaba:
mengabulkan.
|
ثَوَابًا :
tsawaban : pahala, pahala dari Allah, di sisi Allah yang maha angung
untuk hamba-hambanya yang beramal shaleh.[3]
C.
Munasabah
Hubungan
ayat ini dengan ayat sebelumnya sangat jelas. Ia menginformasikan dengan betapa
cepat sambutan Allah setelah mereka berzikir menghadirkan kebesaran Allah dan
berpikir yang menghasilkan kesimpulan yang benar serta disertai dengan
permohonan yang tulus. Kecepatan sambutan itu dipahami dari penggunaan huruf fa’
yang diterjemahkan “maka” didalam pernyataan-Nya: naka Tuhan mereka
benar-benar memperkenankan buat mereka permohonan mereka dengan berfirman,
sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan ganjaran amal orang-orang yang beramal
diantara kamu, wahai ulul albab, atau semua yang bermohon dengan tulus, baik
seorang laki-laki ataupun perempuan. Allah tidakmembada-bedakan kamu, hai
laki-laki dan perempuan, karena sebagian kamu dari sebagian yang lain.[4]
D.
Asbab al-Nuzul
Sebab turun ayat
ini adalah yaitu ketika pada saat itu Ummy Salamah pernah berkata, “ya
Rasulullah! Saya tidak mendengar Allah menyebut-nyebut perempuan sedikitpun
yang berkenaan dengan hijrah,” maka turunlah ayat ini. Atas ketekuanan mereka
beramal baik, penuh dengan keihlasan yang dibarengi doa yang
bersungguh-sungguh, maka Allah memperkenankan permohonan mereka.[5]
E.
Makna Global
Dalam surat Ali
Imran ayat 195 ini mengendung uraian tentang 1) bahwa
Allah akan benar-benar akan memperkenankan kepada hambanya yang memohon dan
berdoa kepadanya dengan permohonan yang
tulus. 2) Allah tidak membeda-bedakan permohonan seseorang baik dari
kalangan laki-laki ataupun dari kalangan perempuan, karena sebagian mereka dari
sebagian yang lain, saling melengkapi satu sama lain. 3)orang-orang muslim yang
berhijrah dan di usir dari kampung halamannya karena mempertahankan akidahnya,
yang diganggu dan disakiti di jalan Allah bukan pada tujuan yang lain, yang berperang
dan dibunuh. Maka Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan mereka dan
memasukkan mereka ke dalam syurga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. 4)mereka orang-orang itu akan memperoleh
pahala dan balasan dari Allah, karena memang pahala dan balasan yang
sebai-baiknya ialah yang datang dari Allah SWT[6]
F.
Penafsiran Surat Ali Imran ayat 195 Menurut Para Mufassir
1. Tafsir Surat Ali Imran Ayat 195
Menurut Hamka Dalam Tafsir Al Azhar
“maka Tuhan mereka memperkenankan
permohonan mereka” artinya segala
permohonan yang timbul dari hati yang khusuk dan segenap kerendahan itu telah di dengar oleh Tuhan. Tuhan itu bukanlah pekak dan
bukan lalai saja ketika hambanya menadahkan tangannya ke langit memohon karunia
atau sujud ke bumi, karena insyaf akan kekecilan diri, setelah memikirkan alam
atau mengingat Allah. Permohonan itu disambut Allah dengan firman-Nya yang
tegas: “akutidakmenyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu”,
inilah jawaban yang jitu oleh Tuhan. Bahwasanya tidak dilengahkan saja oleh
Tuhan. Permohonan itu didengar Tuhan, apatah lagi kalau susunan permohonan seindah
susunan doa yang disebut di atas tadi. Tetapi persoalan bagi Tuhan bukan
semata-mata doa yang tersebut di atas, melainkan bukti. Kalau seruan batin
telah diwujudkan dalam kenyataan, yaitu dengan amal, kerja, uasaha, dan
perbuatan, barulah itu ada harganya di sisi Tuhan. Besar atau kecil amal.
Tidaklah sia-sia disisi Allah. Besar dicatat, kecilpun di catat. Nilai iman
hendaklah dibuktikan dengan amal. Dalam hidup janganlah terdapat pengangguran.
“laki-laki ataupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah berasal dari
sebagian yang lain.”[7]
Beramal
itu tidaklah diberatkan kepada laki-laki saja. Perempuan juga memiliki hak dan
kewajiban, seperti laki-laki yang memiliki hak dan juga kewajiban. Yang
setengah adalah dari yang setengah. Artinya segala amal besar masyarakat adalah
persatu-paduan kerja kasar laki-laki dan kerja halus perempuan. Didalam rumah
tanggapu demikian. Si suami bekerja keluar mencari nafkah, si istri bekerja di
rumah menjaga ketrentaraman dalam rumah tangga. Kita ibaratkan pula dengan
kerja sama membangun masjid bergotong royong. Laki-laki bertukang dan perempuan
memberi makanan. Suatu rapat umum, meskipun kursi-kursi telah diatur rapi,
namun alas mejanya dan bunga-bunga penghias majelis mesti dibantu oleh
perempuan. Di dalam peperangan, laki-laki berjuang berhadapan dengan musuh,
tangan perempuan membalut yang luka dan menyediakan makanan. Itulah maksud kata
Tuhan bahwa yang setengah ialah dari yang setengah. Kerja dan usaha laki-laki
memerlukan tangan lembut perempuan. Masyarakat adalah laksana paru-paru yang
bekerja hanya sebelah. Jika ada kesadaran pada kedua pihak, tumbuh masyarakat
yang kuat dan kokoh. Selanjutnya berfirmanlah Allah.[8]
“maka
orang-orang yang telah berhijrah dan di usir dari negeri-negeri mereka, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang serta terbunuh, sesungguhnya aku akan
hapuskan kesalaha-kesalahan mereka.”[9]
Inilah
rangkaian jawab yang tegas dari Tuhan. Pengakuan iman sajalah belum cukup jadi
jaminan, bahwa dosa akan diampuni dan syurga akan disediakan. Semata-mata
berdoa memohon , walaupun sampai menitikkan air mata darah , belum tentu kan
dikabulkan oleh Tuhan. Tetapi Tuhan terlebih dahulu menghendaki bukti amal dan
usaha, kerja dan perbuatan, perjuangan dan kerja keras. Bahkan sudi berhijrah
atau berpindah tempat, karena mempertahankan iman itu, atau di usir oleh musuh
yang membenci tegaknya iman itu. Karena kuatnya pertahanan dan perjuangan umat
itu, merekapun tahan menderita ketika disakiti lawan, sebab mereka menegakkan
jalan Allah. Ketika lemah mereka tahan menderita, laksana penderitaan Ammar bin
Yasir dan ibunya, ataupun Bilal ketika mereka masih di Makkah. Tetapi ketika
mereka dapat menyusun kekuatan, merekapun sanggup berperang karena menegakkan
iman itu. Dan sudah sewajarnya bila terjadi peperangan ada yang mati terbunuh.
Meskipun terbunuh satu dua orang, namun yang tinggal tetap menegakkan keyakinan
itu sampai kemenangan tercapai. Dan ini berlaku untuk laki-laki ataupun
perempuan.[10]
Kalau
sudah luka menghadapi segala akibat itu, manisnya, dan pahitnya, jayanya dan
bahayanya, sedang iman tetap tegak, tidak dapat digoncangkan dan di goyahkan
oleh angin atau topan sekalipun, barulah Tuhan mengampuni dosa-dosa kecil.
Dipenutupnya Tuahna mengatakan: “dan akan ku masukkan mereka ke dalam syurga
yang dibawahnya mengalir air sungai, sebagai ganjaran dari Allah. Dan disisi
Allahlah ganjaran yang sebai-baiknya.”[11]
Bandingkanlah
kembali permohonan doa beriba-iba di atas tadi, mohon dijauhkan dari api
neraka. Mohon jangan sampai dihina dan dikecewakan pada hari kiamat. Mohon agar
dipenuhi janji Tuhan terhadap Rasu-rasul-Nya, sebab Tuhan tiada memungkiri jani
Tuhan sekarang. Yaitu asal mau bekerja dan beramal, laki-laki dan perempuan,
dan sanggup menahan berbagai derita, karena menegakkan kebenaran, pasti doa-doa
akan diampuni Tuhan. Apabila hidup seorang mukmin telah diisi (positif) dengan
kerja keras, dengan sendirinya kesempatan membuat dosa tak ada lagi. Dan kalau
timbul dosa, nyatalah itu karena bukan disengaja. Laksana nabi Musa, karena
hendak menegakkan keadilan dan membela si lemah, dipukullah si zalim dengan
tangannya, lalu orang zalim itu mati tersungkur. Kemudian setelah Musa
menderita berbagai penderitaan, maka kesalahan membunuh orang dengan tidak
sengaja itu, menjadi salah satu soal kecil disisi Allah. Sebab Musa sendiripun
mengaku bahwa membunuh itu bukan yang dimaksudnya. [12]
Kemudian
bandingkan lagi perkembangan sejak permulaan ayat 190 sebelumnya, mulanya ialah
merenungkan kejadian langit dan bumi, zikir dan pikir. Kemudian insyaf akan
kelemahan diri lalu menyerah kepada Allah dan memohon. Tuhan sendiri
membariakan tuntunan, bahwasanya renung, zikir dan pikir saja belumlah cukup,
sebelum diikuti oleh perjuangan dan penderitaan. Bandingkanlah pula hal ini,
dengan ayat-ayat didalam surat al-Jumuah, yaitu seruan segera pergi beribadat
ke masjid bila seruan telah sampai. Dan sehabis upacara shalat diperintahkan
supaya cepat-cepat keluar dari masjid untuk berjuang bertebaran dimuka bumi
mencari karunia Tuhan. Lantaran itu, maka hidup muslim tidaklah cukup hanya
dengan berzikir dan berpikir, tetapi harus dituruti dengan bekerja dan
berjuang.[13]
Dan
perhatikanlah kembali inti ayat tadi, bahwasanya kerja sama wajiblah erat antara
laki-laki dan perempuan dalam menegakkan amal. Hal ini telah dibuktikan dalam
sejarah islam sejak mula perkembangannya, dari Makkah sampai Madinah. Yang
menyatakan percaya pertama sekali kepada Rasulullah ialah perempuan, yaitu ibu
orang-orang yang beriman, istri beliau yang pertama. Khadijah binti Khualid.
Syahid yang pertama karena memperjuangkan islam ialah perempuan , yaitu Ummi
Yasir, yang ditusuk kemaluannya sampai menembus ke lehernya dengan pucuk daun
kurma. Di dalam hijrah pertama ke Habsyah, ikut juga perempuan, diantaranya
Ummi Habibah binti Abi Sufyan. Sesampainya di tanah perantauan, suaminya murtad
dari islam dan masuk nasrani. Akan pulang kembali ke Makkah tidak bisa, sebab
ayahnya adalah pemimpin musyrik menentang Rasul, namun dia tetap teguh dengan
agamanya. Untuk menghargai perjuangannya, Rasul melamarnya langsung pada
dirinya dan dia pulang kemudian ke Madinah.[14]
Ketika
terjadi baitul aqabah ketika mula-mula kaum Anshar mengikat janji akan
membela Rasul dan bersedia menerima beliau jika hijrah ke Madinah, telah ikut
juga orang perempuan, yaitu Nasibah binti Ka’ab al-Anshariyah dan Asma’ binti
Amir, Ibnu Muaz bin Jabal. Dan nasibah itu turut dalam peperangan uhud, turut
menggiringkan Rasulullah ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, bahkan turut
dalam angkatan perang ketika menaklukkan Makkah.[15]
Menurut
cerita Siyyidah Umar bin Khattab, ketika membicarakan perjuaangan Nasibah,
Rasul pernah mengatakan kepada Umar tentang Nasibah: “ apabila aku menoleh ke
kananku atau ke kiriku, aku senantiasa melihat Nasibah berperang disisiku.”
Nasibah turut terluka ketika
mempertahankan Rasul dari serbuan musuh yang hendak membunuh beliau.[16]
Setelah
Rasul wafat dan tentara muslimin memerangi Musailamah si pembohong yang
mendakwakan dirinya jadi Nabi pula di Yamamah, khalifah pertama, Abu Bakar
Shiddiq mengerahkan tentara membasmi pemberontakan itu. Nasibahpun ikut pergi
berperang dan ikut pula bertempur. Dalam perang itulah putus tangannya dan di
dalam perang itu pula Syahid putranya Khubaib bin Yazid bin Ashim.[17]
Shafiah
binti Abdul Muthalib, ammah (saudarah dari ayah) Nabi, saudara kandung
Hamzah yang perwira, satu kali turun dari bentengnya membunuh musyrik.[18]
Terlalu
panjang kalau kita daftarkan disini, bagaimana perempuan-perempuan pada zaman
Nabi atau pada zaman sahabat-sahabat yang utama, turut bertempur ke medan peran
memikul tugasnya. Pada pokoknya menyediakan makanan dan mengobati yang luka,
tetapi bersedia juga bertempur, membunuh atau terbunuh.[19]
Berkata
Ibnu Abbas: “ perempuan-perempuan ikut berperang bersama Rasulullah, (demikian
tersebut dalam kitab bantahan kepada al-Auzai, oleh Imam Abu Yusuf, halaman
38). Berkata Ibnu Masud:” perempuan-perempuan di peperangan uhud berdiri di
garis belakang kaum lelaki, mengobati yang luka.” [20]
Sebab itu
kepala-kepala perang Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid memerlukan juga tenaga
perempuan dalam perang. Ketika menaklukkan Damaskus banyak perempuan turut
dalam perang. Mereka duduk di kemah menunggu kalau ada yang luka di obati,
tetapi di tangan mereka ada pula batu dan tongkat, kemudian mereka angkat
anak-anak mereka yang masih kecil lalu berkata: “ pertahankanlah keluargamu dan
belalah islam!” bahwa Khalid berkata kepada perempuan-perempuan itu: “ wahai
perempuan-perempuan islam. Kalau ada laki-laki yang mundur, hendaklah bunuh
saja!”[21]
Menurut
Imam al-Auza’i, lantaran itu, maka perempuan yang ikut berperang berhak
mendapat bagian dari ghanimah. Ibnu Rush di dalam kitab Bidayatul Mujtahid
berkata: “sama pendapat ulama, bahwa perempuan boleh ikut berperang.” Ibnu Hamz
berpendapat, bahwa perempuan pergi perang adalah sunnat. Ada tingkat fatwa
ulama tentang ikutnya perempuan dalam perang:[22]
Pertama
adalah mubah, boleh. Artinya kalau ada mereka yang ingin ikut berperang,
jangan dihalangi.[23]
Keduan sunnat:
yaitu bagi perempuan-perempuan yang ada kesanggupan dan keahlian, terutama
dalam mengobati yang luka.
Ketiga wajib:
berperang, sebab telah menjadi fardhu ain, apabila musuh telah masuk ke
dalam negeri, supaya merekapun turut berjuang bersama laki-laki.[24]
Maka kalau dalam perang
menyambung nyawa, demikian kata Alquran dan demikian pula sunnah Rasul pada
contoh-contoh perempuan pada zaman beliau dan pada zaman sahabt-sahabat,
demikian pula pendapat para ulama, niscaya jelaslah, bahwa dalam hal lain pun
perempuan-perempuan mendapat hak dan kewajibanyang sama dengan lelaki, yaitu di
dalm bakat dan bidang yang sesuai dengan keadaan dirinya sebagai perempuan.[25]
Carilah agama lain yang
bersikap setegas itu terhadap perempuan. Maka kalau dalam beberapa negeri Islam
terdapat perempuan tertindas dan tidak diberi hak, bukanlah itu dari Islam,
melainkan setelah umat Islam tidak berpedoman terhadap Islam lagi. Inilah
agaknya yang dijadikan landasan, sehingga pada zaman kebesaran kerajaan islam
Aceh ada perempuan-perempuan menjadi sultanah dan banyak perempuan yang duduk
dalam perwakilan rakyat.[26]
Tetapi haruslah diperhatiakan,
bahwa hak-hak perempuan yang diberikan islam itu bukanlah menggantikan atau
menandingi kedudukan laki-laki, misalnya laki-laki menjadi penjaga rumah. Itu
bukan dari Islam, tetapi dari peradaban Barat sejak zaman industri, ekonomi
kapitalis, yang mengerahkan tenaga perempuan terjun ke dunia usaha. Pertama
karena gajinya lebih murah, kedua karena hendak menawan hati melanggan dengan kecantikannya.
Yang demikian tak ada dalam peratuaran
Islam.[27]
2.
Penafsiran Surat Ali Imran Ayat 195 Menurut Kementrian
Agama RI
Ummy Salamah pernah berkata, “ya
Rasulullah! Saya tidak mendengar Allah menyebut-nyebut perempuan sedikitpun
yang berkenaan dengan hijrah,” maka turunlah ayat ini. Atas ketekuanan mereka
beramal baik, penuh dengan keihlasan yang dibarengi doa yang
bersungguh-sungguh, maka Allah memperkenankan permohonan mereka. [28]
Di jelaskan bahwa Allah tidak akan
menyia-nyiakan amal seseorang yang taat dan tidak membeda-bedakan antara
laki-laki dan perempuan dalam memberi pahala dan balasan, karena kedua jenis
ini satu sama lain turun menurunkan, perempuan berasal dari laki-laki dan
begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu barang siapa yang hijrah, baik
laki-laki maupun perempuan, diusir dari kampung halamannya, disiksa karena ia
tekun di jalan Allah, memerangi musuh-musuh Allah yang akhirnya mati syahid,
tewas di medan perang, pasti Allah akan menghapus segala kesalahannya,
mengempuni dosanya, dan pasti pula akan masukkan ke dalam syurga, merupakan
pahala balasan dari Dia, sebagai perwujudan doa dari permohonan yang
diperkenankan-Nya. Alangkah berbahagia mereka, memperoleh pahala dan balasan
dari Allah, karena memang pahala dan balasan yang sebai-baiknya ialah yang
datang dari Allah SWT.[29]
3.
Penafsiran Surat Ali Imran Ayat 195 menurut al-Maraghi
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ
عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ
Akhirnya
Tuhan mengabulkan doa mereka berkat kejujuran iman, zikir, tafakkur, dan
kesucian (akidah mereka terhadap Allah), disampng karena keyakinan mereka yang
benar terhadap para Rasul, dan karena perasaanya yang selalu merasa lemah dan tidak sembrono dalam bersyukur,
juga kebutuhan mareka terhadap maghfirah-Nya.[30]
Pengabulan
doa tidak selalu sesuai dengan yang diinginkan, sesungguhnya pengabulan doa
bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang telah diminta seseorang dalam doanya.
Mereka telah meminta kepada Allah ampunan dari segala dosa, pemaafan atas
kejelekan-kejelekan, dan diwafatkan ke dalam golongan orang-orang berbakti.
Tetapi Allah menjawab mereka bahwa setiap pengamalan akan ditunaikan balasan
amalnya. Dalam hal ini (pahala) ialah selamat dari siksa dan memperoleh pahala
yang baik, dan sesungguhnya hal-hal itu hanya dapat diperoleh berkat amal yang
baik dan ihlas kepada Allah dalam beramal.[31]
Sesungguhnya
laki-laki dan wanita sama haknya dihadapan Allah dan masalah penerima balasan,
apabila mereka sama pula dalam perbuatannya. Dengan demikian, agar laki-laki
mereka tidak diistimewakan berkat kekuatan dan kepemimpinannya yang lebih dari
wanita, sehingga ia menganggap dirinya lebih dekat dengan Allah dibandingkan
wanita.[32]
Sesunguhnya Allah SWT
telah menjelaskan latar belakang persamaan hak ini melalui firman-Nya ba’dhukum
min ba’dh, lelaki dilahirkan oleh
wanita dan wanita dilahirkan oleh lelaki. Tidak terdapat perbedaan antara
keduanya dalam status kemanusian ddan tidak ada yang lebih diantara keduanya
kecuali dalam hal amal perbuatan. Amal-amalan itu dapat mengangkat derajat kaum
wanita muslimah dimata kaum lelaki.[33]
Sesungguhnya syariat
ini telah memperbaiki perlakuan lelaki terhadap wanita, dan ia mengaku
kehormatan wanita sebagai manusia. Ia mengingkari perlakuan kasar yang bisa
dilakukan oleh sebagian umat. Sebab, ternyata sebagian dari mereka ada yang
memperlakukan kaum wanita sebagaimana hewan yang ditundukkan untuk kemaslahatan
kaum lelaki. Sebagian lainnnya menganggap, kaum wanita termasuk orang-orang
yang tidak terkena taklif (kewajiban) agama, karena kaum ini beranggapan
bahwa kaum wanita tercipta bukan dari roh yang abadi.[34]
Apa yang diakui oleh
orang-orang Barat, bahwa merekalah orang pertama yang mengakui kehormatan kaum
wanita dan persamaannya dengan kaum lelaki, perkataan seperti itu tidak berdasarkan
bukti yang benar. Agama Islam-lah yang paling dahulu mengakui hal itu, jauh
sebelum hukum lainnya.[35]
Adapun mereka sampai
sekarang masih tetap berpegang pada hukumnya sendiri, baik yang berkait dengan
masalah agama atau kebudayaan membedakan kaum pria dan wanita. Tetapi memang
diakui bahwa kaum muslimin sedikit terbelakang dalam hal mendidik dan memberi
pelajaran kepada kaum wanitanya dibandingkan mereka. Hanya saja hal itu tidak
benar jika dijadikannya seperti itu.[36]
4.
Penafsiran Surat Ali Imran Ayat 195
Menurut M. Quraish Shihab
Hubungan ayat ini dengan ayat
sebelumnya sangat jelas. Ia menginformasikan dengan betapa cepat sambutan Allah
setelah mereka berzikir menghadirkan kebesaran Allah dan berpikir yang
menghasilkan kesimpulan yang benar serta disertai dengan permohonan yang tulus.
Kecepatan sambutan itu dipahami dari penggunaan huruf fa’ yang
diterjemahkan “maka” didalam pernyataan-Nya: naka Tuhan mereka benar-benar
memperkenankan buat mereka permohonan mereka dengan berfirman, sesungguhnya aku
tidak menyia-nyiakan ganjaran amal orang-orang yang beramal diantara kamu,
wahai ulul albab, atau semua yang bermohon dengan tulus, baik seorang laki-laki
ataupun perempuan. Allah tidakmembada-bedakan kamu, hai laki-laki dan
perempuan, karena sebagian kamu dari sebagian yang lain.[37]
Setelah berbicara secara umum,
kini disebutnya sebagian dari pengapdian serta amal shaleh yang berdoa itu dan
ganjaran yang menanti mereka dengan menegaskan: maka orang-orang yang
membuktikan ketulusan iman mereka dengan berhijrah, meninggalkan secera suka
rela kempung halaman mereka demi karena Allah, dan yang diusir dengan paksa
dari kampung halaman mereka, atau yang disakiti oleh siapapun pada jalan-Ku,
dan yang berperang membela kebanaran dan yang dibunuh pastilah akan ku tutup
kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka atas anugrah-Ku
semata ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya sebagai pahala
disisi Allah yang maha agung. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik, yakni
sangat menyenangkan, bersinambung, lagi tidak mengakibatkan sedikit kekeruhanpun.[38]
Firman-Nya diatas menyebut
amal-amal shaleh setelah menjelaskan pengabulan doa mereka, menunjukkan bahwa
doa dalam bentuk ucapan saja belum cukup, tetapi harus disertai dengan amal dan
usaha dari yang berdoa itu.[39]
Firman-Nya ba’dhukum min
ba’dh yang diterjemahkan diatas dengan sebagian kamu dari sebagian yang
lain, merupakan satu istilah yang digunakan untuk menunjukkan kebersamaan atau
kemitraan, laki-laki dan perempuan berasal dari satu keturunan, dihimpun oleh
satu ayah dan ibu, karena itu keadaan mereka sama dalam menerima permohonan
mereka.[40]
Istilah ba’dhuhum min ba’’dh
atau ba’dhukum min ba’dh ditemukan dalam banyak tempat, antara lain
ketika wahyu-wahyu ilahi berbicara tentang asal kejadian manusia (Q.S Ali Imran:
195) yang mengandung arti bahwa baik laki-laki ataupun perempuan lahir dari
sebahagian laki-laki dan sebahagian perempuan yakni perpaduan anatar sperma
laki-laki dan indung telur perempuan. Karena itu tidak ada perbedaan dari segi
kemanusiaan dan derajat antara mereka, dan karenanya pula Allah tidak
mengurangi sedikitpun ganjaran yang diberikan kepada masing-masing menyangkut
amal kebaikan yang sama.[41]
Kalimat serupa dikemukakan
dalam hubungan suami istri: “bagaimana kamu akan mengambilnya kembali (mas
kawin) padahal sebagian kamu telah (bercampur) dengan sebagian yang lain
(sebagai suami istri)” (Q.S al-Nisak: 21). Percampuran yang direstui Allah
terjadi berkat kerjasama dan kerelaan masing-masing untuk membuka rahasia yang
terdalam, hal mana tidak mungkin terjadi tanpa kemitraan antara keduanya. Ayat
lain yang menggunakan istilah di atas adalahdalam konteks kerja sama dalam
kehidupan bermasyarakat: “orang-orang mukminlaki-laki dan orang mukminat
(perempuan) sebagian mereka adalah auliya (penolong, pembantu, pendukung)
sebagian yang lain.” (Q.S. al-Taubah: 71).[42]
Kalau diatas istilah yang
dibicarakan ini dijadikan sebagai alasan pengabulan doa laki-laki dan
perempuan, maka istilah tersebut dalam ayat ini dapat juga dipahami sebagai
penjelas tentang kedudukan laki-laki dan perempuan disisi Allah dalam hal-hal
yang dibicarakan oleh ayat ini, yakni bahwa keduanya sama pada keterlibatan
berhijrah, diusir dari kampung halaman, disakiti pada jalan Allah, berperang
dan yang dibunuh, dan sama pula dalam hal kepastian akan ditutup Allah
kesalahan-kesalah mereka dan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya. Tentu saja berperanan dalam hal-hal tersebut dapat
berbeda antara seorang laki-laki dengan laki-laki lain, antara seorang
perempuan dengan perempuan lain, dan lebih-lebih antara perempuan dan
laki-laki, masing-masing sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.[43]
Ayat 191 sampai dengan ayat 195
merupakan metode yang sempurna bagi persucian jiwa, penalaran, dan pengamatan
yang diajarkan islam. Ayat-ayat itu bermula dengan membawa jika ke arah
kesucian, lalu mengarahkan akal kepada fungsi pertama di antara sekian banyak
fungsinya, yakni mempelajari ayat-ayat Tuhan yang terbentang, kemudian berakhir
dengan kesungguhan berapal, sampai dengan tingkat mengorbankan diri karena
Allah SWT.[44]
5.
Penafsiran Surat Ali Imran Ayat 195 Menurut Sayyid Quthb
فَاسْتَجَابَ
لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ
دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ
سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
Maka Tuhan mereka
memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.
Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan
Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi
Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.[45]
Segalanya itu tidak hanya memikirkan dan merenungkan, tidak
semata-mata khususk dan takut, dan tidak semata-mata menghadap kepada Allah
supaya dihapuskan kesalahan-kesalahnya dan diselamatkan dari kehinaan dan apai
neraka. Tetapi, ia adalah “amal”, amalan yang positif, yang lahir dari
pengabulan dan respon ini, dan dari sensitifitas yang terlukis dalam rasa
takutnya.[46]
Amalan
yang oleh islam dinialai sebagai ibadah seperti ibadah berpikir dan merenungkan
kekuasaan Allah, zikir, istighfar, takut kepada Allah, dan menghadap kepada-Nya
dengan penuh harap. Bahkan amalan yang oleh islam dianggap sebagai buah nyata
yang diharapkan dari ibadah itu, amalan yang dapat diterima dari siapa saja
pelakunya, laki-laki ataupun wanita, dengan tanpa membeda-bedakan jenisnya.
Semuanya adalah sama sebagai manusia-manusianya adalah keturunan sebagai yang
lain dan semuanya sama dalam timbangan.[47]
Kemudian diperincilah amal-amal itu. Dijelaskanlah bahwa
diantara amal-amalan ituada yang merupakan konsekuensi akidah terhadap jiwa dan
harta, sebagaimana dijelaskan tabiat manhaj itu sendiri: tabiat bumi
(dunia) tempat berlakunya manhaj itu, tabiat jalannya beserta
hambatan-hambatan dan kendala-kendalanya harus menyingkirkan hambata-hambatan
dan kendala-kendala itu, mempersiapkan tanah untuk ditanami tumbuhan yang baik,
dan dimantabkannya di bumi ini, bagaimanapun pengorbanan yang harus diberikan
dan bagaimanapun hambatan ynag merintangi.[48]
“maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung
halamannya, yang diskiti pada jalanku, yang berperang dan yang dibunuh,
pastilah akan ku hapus kesalahan-kesalahan mereka, dan pastilah aku masukkan
mereka ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala
disisi Allah. Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.”[49]
Inilah potret para juru dakwah yang dikhithabi dengan
Alquran sejak kali pertama, yang berhijrah dari Makkah dan di usir dari kampung
halamannya karena mempertahankan akidahnya, yang diganggu dan disakiti di jalan
Allah bukan pada tujuan yang lain, yang berperang dan dibunuh. Akan tetapi,
pada dasarnya, ini merupakan gambaran kondisi pemeluk akidah Islam, dibumi
manapun dan pada masa kapanpun. Inilah potert mereka yang lahir ditengah-tengah
masyarakat jahiliyah, apapun bentuk kejahiliayahannya, dibumi amanpun yang
memusuhi mereka, diantara kaum yang memusuhi mereka, siapapun kaum itu, yang
membuat sesak napas dan menderita menghadapi kerakusan dan hawa nafsu
musuh-musuh itu, yang menghadapi gangguan dan pengusiran, sedang jumlah mereka
pada masa-masa pertama itu, sedikit dan lebah kondisinya.[50]
Kemudian mereka tumbuh dan berkembang sebagai tumbuahan yang
baik karena memang mereka pasti tumbuh dan bekembang, bagaimanapun penderitaan
yang mereka alami, dan bagaimanapun mereka diusir-usir. Lalu mereka berdiri
tegar dan mampu membela diri. Maka, selanjutnya mereka mampu berperang dan
diantaranya ada yang terbunuh. Nah, karena perjuangan yang sulit dan pahit
inilah kesalahan-kesalah mereka dihapus dan karena itu pula mereka mendapat
balasan dan pahala.[51]
Inilah jalan manhaj Rabbani, yang ditakdirkan Allah
akan terealisai dalam kenyataan hidup melalui perjuangan manusia yang dilakukan
oleh orang-orang mukmin yang berjuang dijalan Allah untuk mencari
keridhaan-Nya.[52]
Inilah tabiat manhaj ini, unsur-unsur pendukungnya dan
konsekuensi-konsekuensinya. Kemudian, inilah jalan manhaj ini dalam
memberikan pendidikan. Ini pula jalannya dalam memberikan pengarahan, untuk
beralih dari tahap mendapatkan kesan perasaan dengan memikirkan dan merenungkan
ciptaan Allah ke tahap amalan yang positif sesuai dengan kesan kejiwaan itu, demi
merealisasikan manhaj yang dikehendaki Allah.[53]