Rabu, 07 Oktober 2015

TAFSIR SURAT ALI IMRAN AYAT 195



TAFSIR SURAT ALI IMRAN AYAT 195
A.  Ayat dan Terjemah

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.
B.  Tafsir Mufradat
اسْتَجَابَ                          :istajaba: mengabulkan.
27
 
لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ            :la udhiu amala amilin: aku tidak akan membiarkan pahalanya.
بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ               :ba’dhukum mi ba’dh: membaur dan saling membantu.[1]
فِي سَبِيلِي                          : fi sabili: oleh sebab taat kepadaku, beribadah kepadaku, dan agamaku.[2]
ثَوَابًا                                : tsawaban : pahala, pahala dari Allah, di sisi Allah yang maha angung untuk hamba-hambanya yang beramal shaleh.[3]
C.  Munasabah
            Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya sangat jelas. Ia menginformasikan dengan betapa cepat sambutan Allah setelah mereka berzikir menghadirkan kebesaran Allah dan berpikir yang menghasilkan kesimpulan yang benar serta disertai dengan permohonan yang tulus. Kecepatan sambutan itu dipahami dari penggunaan huruf fa’ yang diterjemahkan “maka” didalam pernyataan-Nya: naka Tuhan mereka benar-benar memperkenankan buat mereka permohonan mereka dengan berfirman, sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan ganjaran amal orang-orang yang beramal diantara kamu, wahai ulul albab, atau semua yang bermohon dengan tulus, baik seorang laki-laki ataupun perempuan. Allah tidakmembada-bedakan kamu, hai laki-laki dan perempuan, karena sebagian kamu dari sebagian yang lain.[4]      
D.  Asbab al-Nuzul
            Sebab turun ayat ini adalah yaitu ketika pada saat itu Ummy Salamah pernah berkata, “ya Rasulullah! Saya tidak mendengar Allah menyebut-nyebut perempuan sedikitpun yang berkenaan dengan hijrah,” maka turunlah ayat ini. Atas ketekuanan mereka beramal baik, penuh dengan keihlasan yang dibarengi doa yang bersungguh-sungguh, maka Allah memperkenankan permohonan mereka.[5]
E.  Makna Global
            Dalam surat Ali Imran ayat 195 ini mengendung uraian tentang 1) bahwa Allah akan benar-benar akan memperkenankan kepada hambanya yang memohon dan berdoa kepadanya dengan permohonan yang  tulus. 2) Allah tidak membeda-bedakan permohonan seseorang baik dari kalangan laki-laki ataupun dari kalangan perempuan, karena sebagian mereka dari sebagian yang lain, saling melengkapi satu sama lain. 3)orang-orang muslim yang berhijrah dan di usir dari kampung halamannya karena mempertahankan akidahnya, yang diganggu dan disakiti di jalan Allah bukan pada tujuan yang lain, yang berperang dan dibunuh. Maka Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan mereka dan memasukkan mereka ke dalam syurga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. 4)mereka orang-orang itu akan memperoleh pahala dan balasan dari Allah, karena memang pahala dan balasan yang sebai-baiknya ialah yang datang dari Allah SWT[6]
F.   Penafsiran Surat Ali Imran ayat 195 Menurut Para Mufassir
1.    Tafsir  Surat Ali Imran Ayat 195 Menurut Hamka Dalam Tafsir Al Azhar
       “maka Tuhan mereka memperkenankan permohonan mereka”  artinya segala permohonan yang timbul dari hati yang khusuk dan segenap kerendahan  itu telah di dengar  oleh Tuhan. Tuhan itu bukanlah pekak dan bukan lalai saja ketika hambanya menadahkan tangannya ke langit memohon karunia atau sujud ke bumi, karena insyaf akan kekecilan diri, setelah memikirkan alam atau mengingat Allah. Permohonan itu disambut Allah dengan firman-Nya yang tegas: “akutidakmenyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu”, inilah jawaban yang jitu oleh Tuhan. Bahwasanya tidak dilengahkan saja oleh Tuhan. Permohonan itu didengar Tuhan, apatah lagi kalau susunan permohonan seindah susunan doa yang disebut di atas tadi. Tetapi persoalan bagi Tuhan bukan semata-mata doa yang tersebut di atas, melainkan bukti. Kalau seruan batin telah diwujudkan dalam kenyataan, yaitu dengan amal, kerja, uasaha, dan perbuatan, barulah itu ada harganya di sisi Tuhan. Besar atau kecil amal. Tidaklah sia-sia disisi Allah. Besar dicatat, kecilpun di catat. Nilai iman hendaklah dibuktikan dengan amal. Dalam hidup janganlah terdapat pengangguran. “laki-laki ataupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah berasal dari sebagian yang lain.”[7]
       Beramal itu tidaklah diberatkan kepada laki-laki saja. Perempuan juga memiliki hak dan kewajiban, seperti laki-laki yang memiliki hak dan juga kewajiban. Yang setengah adalah dari yang setengah. Artinya segala amal besar masyarakat adalah persatu-paduan kerja kasar laki-laki dan kerja halus perempuan. Didalam rumah tanggapu demikian. Si suami bekerja keluar mencari nafkah, si istri bekerja di rumah menjaga ketrentaraman dalam rumah tangga. Kita ibaratkan pula dengan kerja sama membangun masjid bergotong royong. Laki-laki bertukang dan perempuan memberi makanan. Suatu rapat umum, meskipun kursi-kursi telah diatur rapi, namun alas mejanya dan bunga-bunga penghias majelis mesti dibantu oleh perempuan. Di dalam peperangan, laki-laki berjuang berhadapan dengan musuh, tangan perempuan membalut yang luka dan menyediakan makanan. Itulah maksud kata Tuhan bahwa yang setengah ialah dari yang setengah. Kerja dan usaha laki-laki memerlukan tangan lembut perempuan. Masyarakat adalah laksana paru-paru yang bekerja hanya sebelah. Jika ada kesadaran pada kedua pihak, tumbuh masyarakat yang kuat dan kokoh. Selanjutnya berfirmanlah Allah.[8]
       “maka orang-orang yang telah berhijrah dan di usir dari negeri-negeri mereka, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang serta terbunuh, sesungguhnya aku akan hapuskan kesalaha-kesalahan mereka.”[9]
       Inilah rangkaian jawab yang tegas dari Tuhan. Pengakuan iman sajalah belum cukup jadi jaminan, bahwa dosa akan diampuni dan syurga akan disediakan. Semata-mata berdoa memohon , walaupun sampai menitikkan air mata darah , belum tentu kan dikabulkan oleh Tuhan. Tetapi Tuhan terlebih dahulu menghendaki bukti amal dan usaha, kerja dan perbuatan, perjuangan dan kerja keras. Bahkan sudi berhijrah atau berpindah tempat, karena mempertahankan iman itu, atau di usir oleh musuh yang membenci tegaknya iman itu. Karena kuatnya pertahanan dan perjuangan umat itu, merekapun tahan menderita ketika disakiti lawan, sebab mereka menegakkan jalan Allah. Ketika lemah mereka tahan menderita, laksana penderitaan Ammar bin Yasir dan ibunya, ataupun Bilal ketika mereka masih di Makkah. Tetapi ketika mereka dapat menyusun kekuatan, merekapun sanggup berperang karena menegakkan iman itu. Dan sudah sewajarnya bila terjadi peperangan ada yang mati terbunuh. Meskipun terbunuh satu dua orang, namun yang tinggal tetap menegakkan keyakinan itu sampai kemenangan tercapai. Dan ini berlaku untuk laki-laki ataupun perempuan.[10]
       Kalau sudah luka menghadapi segala akibat itu, manisnya, dan pahitnya, jayanya dan bahayanya, sedang iman tetap tegak, tidak dapat digoncangkan dan di goyahkan oleh angin atau topan sekalipun, barulah Tuhan mengampuni dosa-dosa kecil. Dipenutupnya Tuahna mengatakan: “dan akan ku masukkan mereka ke dalam syurga yang dibawahnya mengalir air sungai, sebagai ganjaran dari Allah. Dan disisi Allahlah ganjaran yang sebai-baiknya.”[11]
       Bandingkanlah kembali permohonan doa beriba-iba di atas tadi, mohon dijauhkan dari api neraka. Mohon jangan sampai dihina dan dikecewakan pada hari kiamat. Mohon agar dipenuhi janji Tuhan terhadap Rasu-rasul-Nya, sebab Tuhan tiada memungkiri jani Tuhan sekarang. Yaitu asal mau bekerja dan beramal, laki-laki dan perempuan, dan sanggup menahan berbagai derita, karena menegakkan kebenaran, pasti doa-doa akan diampuni Tuhan. Apabila hidup seorang mukmin telah diisi (positif) dengan kerja keras, dengan sendirinya kesempatan membuat dosa tak ada lagi. Dan kalau timbul dosa, nyatalah itu karena bukan disengaja. Laksana nabi Musa, karena hendak menegakkan keadilan dan membela si lemah, dipukullah si zalim dengan tangannya, lalu orang zalim itu mati tersungkur. Kemudian setelah Musa menderita berbagai penderitaan, maka kesalahan membunuh orang dengan tidak sengaja itu, menjadi salah satu soal kecil disisi Allah. Sebab Musa sendiripun mengaku bahwa membunuh itu bukan yang dimaksudnya. [12]
       Kemudian bandingkan lagi perkembangan sejak permulaan ayat 190 sebelumnya, mulanya ialah merenungkan kejadian langit dan bumi, zikir dan pikir. Kemudian insyaf akan kelemahan diri lalu menyerah kepada Allah dan memohon. Tuhan sendiri membariakan tuntunan, bahwasanya renung, zikir dan pikir saja belumlah cukup, sebelum diikuti oleh perjuangan dan penderitaan. Bandingkanlah pula hal ini, dengan ayat-ayat didalam surat al-Jumuah, yaitu seruan segera pergi beribadat ke masjid bila seruan telah sampai. Dan sehabis upacara shalat diperintahkan supaya cepat-cepat keluar dari masjid untuk berjuang bertebaran dimuka bumi mencari karunia Tuhan. Lantaran itu, maka hidup muslim tidaklah cukup hanya dengan berzikir dan berpikir, tetapi harus dituruti dengan bekerja dan berjuang.[13]
       Dan perhatikanlah kembali inti ayat tadi, bahwasanya kerja sama wajiblah erat antara laki-laki dan perempuan dalam menegakkan amal. Hal ini telah dibuktikan dalam sejarah islam sejak mula perkembangannya, dari Makkah sampai Madinah. Yang menyatakan percaya pertama sekali kepada Rasulullah ialah perempuan, yaitu ibu orang-orang yang beriman, istri beliau yang pertama. Khadijah binti Khualid. Syahid yang pertama karena memperjuangkan islam ialah perempuan , yaitu Ummi Yasir, yang ditusuk kemaluannya sampai menembus ke lehernya dengan pucuk daun kurma. Di dalam hijrah pertama ke Habsyah, ikut juga perempuan, diantaranya Ummi Habibah binti Abi Sufyan. Sesampainya di tanah perantauan, suaminya murtad dari islam dan masuk nasrani. Akan pulang kembali ke Makkah tidak bisa, sebab ayahnya adalah pemimpin musyrik menentang Rasul, namun dia tetap teguh dengan agamanya. Untuk menghargai perjuangannya, Rasul melamarnya langsung pada dirinya dan dia pulang kemudian ke Madinah.[14]
       Ketika terjadi baitul aqabah ketika mula-mula kaum Anshar mengikat janji akan membela Rasul dan bersedia menerima beliau jika hijrah ke Madinah, telah ikut juga orang perempuan, yaitu Nasibah binti Ka’ab al-Anshariyah dan Asma’ binti Amir, Ibnu Muaz bin Jabal. Dan nasibah itu turut dalam peperangan uhud, turut menggiringkan Rasulullah ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, bahkan turut dalam angkatan perang ketika menaklukkan Makkah.[15]
       Menurut cerita Siyyidah Umar bin Khattab, ketika membicarakan perjuaangan Nasibah, Rasul pernah mengatakan kepada Umar tentang Nasibah: “ apabila aku menoleh ke kananku atau ke kiriku, aku senantiasa melihat Nasibah berperang disisiku.” Nasibah turut terluka ketika  mempertahankan Rasul dari serbuan musuh yang hendak membunuh beliau.[16]
       Setelah Rasul wafat dan tentara muslimin memerangi Musailamah si pembohong yang mendakwakan dirinya jadi Nabi pula di Yamamah, khalifah pertama, Abu Bakar Shiddiq mengerahkan tentara membasmi pemberontakan itu. Nasibahpun ikut pergi berperang dan ikut pula bertempur. Dalam perang itulah putus tangannya dan di dalam perang itu pula Syahid putranya Khubaib bin Yazid bin Ashim.[17]
       Shafiah binti Abdul Muthalib, ammah (saudarah dari ayah) Nabi, saudara kandung Hamzah yang perwira, satu kali turun dari bentengnya membunuh musyrik.[18]
       Terlalu panjang kalau kita daftarkan disini, bagaimana perempuan-perempuan pada zaman Nabi atau pada zaman sahabat-sahabat yang utama, turut bertempur ke medan peran memikul tugasnya. Pada pokoknya menyediakan makanan dan mengobati yang luka, tetapi bersedia juga bertempur, membunuh atau terbunuh.[19]
       Berkata Ibnu Abbas: “ perempuan-perempuan ikut berperang bersama Rasulullah, (demikian tersebut dalam kitab bantahan kepada al-Auzai, oleh Imam Abu Yusuf, halaman 38). Berkata Ibnu Masud:” perempuan-perempuan di peperangan uhud berdiri di garis belakang kaum lelaki, mengobati yang luka.” [20]
       Sebab itu kepala-kepala perang Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid memerlukan juga tenaga perempuan dalam perang. Ketika menaklukkan Damaskus banyak perempuan turut dalam perang. Mereka duduk di kemah menunggu kalau ada yang luka di obati, tetapi di tangan mereka ada pula batu dan tongkat, kemudian mereka angkat anak-anak mereka yang masih kecil lalu berkata: “ pertahankanlah keluargamu dan belalah islam!” bahwa Khalid berkata kepada perempuan-perempuan itu: “ wahai perempuan-perempuan islam. Kalau ada laki-laki yang mundur, hendaklah bunuh saja!”[21]
       Menurut Imam al-Auza’i, lantaran itu, maka perempuan yang ikut berperang berhak mendapat bagian dari ghanimah. Ibnu Rush di dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata: “sama pendapat ulama, bahwa perempuan boleh ikut berperang.” Ibnu Hamz berpendapat, bahwa perempuan pergi perang adalah sunnat. Ada tingkat fatwa ulama tentang ikutnya perempuan dalam perang:[22]
       Pertama adalah mubah, boleh. Artinya kalau ada mereka yang ingin ikut berperang, jangan dihalangi.[23]
       Keduan sunnat: yaitu bagi perempuan-perempuan yang ada kesanggupan dan keahlian, terutama dalam mengobati yang luka.
       Ketiga wajib: berperang, sebab telah menjadi fardhu ain, apabila musuh telah masuk ke dalam negeri, supaya merekapun turut berjuang bersama laki-laki.[24]
       Maka kalau dalam perang menyambung nyawa, demikian kata Alquran dan demikian pula sunnah Rasul pada contoh-contoh perempuan pada zaman beliau dan pada zaman sahabt-sahabat, demikian pula pendapat para ulama, niscaya jelaslah, bahwa dalam hal lain pun perempuan-perempuan mendapat hak dan kewajibanyang sama dengan lelaki, yaitu di dalm bakat dan bidang yang sesuai dengan keadaan dirinya sebagai perempuan.[25]
       Carilah agama lain yang bersikap setegas itu terhadap perempuan. Maka kalau dalam beberapa negeri Islam terdapat perempuan tertindas dan tidak diberi hak, bukanlah itu dari Islam, melainkan setelah umat Islam tidak berpedoman terhadap Islam lagi. Inilah agaknya yang dijadikan landasan, sehingga pada zaman kebesaran kerajaan islam Aceh ada perempuan-perempuan menjadi sultanah dan banyak perempuan yang duduk dalam perwakilan rakyat.[26]
       Tetapi haruslah diperhatiakan, bahwa hak-hak perempuan yang diberikan islam itu bukanlah menggantikan atau menandingi kedudukan laki-laki, misalnya laki-laki menjadi penjaga rumah. Itu bukan dari Islam, tetapi dari peradaban Barat sejak zaman industri, ekonomi kapitalis, yang mengerahkan tenaga perempuan terjun ke dunia usaha. Pertama karena gajinya lebih murah, kedua karena hendak menawan hati melanggan dengan kecantikannya. Yang demikian tak ada dalam peratuaran  Islam.[27]
2.    Penafsiran Surat Ali Imran Ayat 195 Menurut Kementrian Agama RI
       Ummy Salamah pernah berkata, “ya Rasulullah! Saya tidak mendengar Allah menyebut-nyebut perempuan sedikitpun yang berkenaan dengan hijrah,” maka turunlah ayat ini. Atas ketekuanan mereka beramal baik, penuh dengan keihlasan yang dibarengi doa yang bersungguh-sungguh, maka Allah memperkenankan permohonan mereka. [28]
       Di jelaskan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amal seseorang yang taat dan tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan dalam memberi pahala dan balasan, karena kedua jenis ini satu sama lain turun menurunkan, perempuan berasal dari laki-laki dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu barang siapa yang hijrah, baik laki-laki maupun perempuan, diusir dari kampung halamannya, disiksa karena ia tekun di jalan Allah, memerangi musuh-musuh Allah yang akhirnya mati syahid, tewas di medan perang, pasti Allah akan menghapus segala kesalahannya, mengempuni dosanya, dan pasti pula akan masukkan ke dalam syurga, merupakan pahala balasan dari Dia, sebagai perwujudan doa dari permohonan yang diperkenankan-Nya. Alangkah berbahagia mereka, memperoleh pahala dan balasan dari Allah, karena memang pahala dan balasan yang sebai-baiknya ialah yang datang dari Allah SWT.[29]
3.    Penafsiran Surat Ali Imran Ayat 195 menurut al-Maraghi
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ
       Akhirnya Tuhan mengabulkan doa mereka berkat kejujuran iman, zikir, tafakkur, dan kesucian (akidah mereka terhadap Allah), disampng karena keyakinan mereka yang benar terhadap para Rasul, dan karena perasaanya yang selalu merasa  lemah dan tidak sembrono dalam bersyukur, juga kebutuhan mareka terhadap maghfirah-Nya.[30]
       Pengabulan doa tidak selalu sesuai dengan yang diinginkan, sesungguhnya pengabulan doa bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang telah diminta seseorang dalam doanya. Mereka telah meminta kepada Allah ampunan dari segala dosa, pemaafan atas kejelekan-kejelekan, dan diwafatkan ke dalam golongan orang-orang berbakti. Tetapi Allah menjawab mereka bahwa setiap pengamalan akan ditunaikan balasan amalnya. Dalam hal ini (pahala) ialah selamat dari siksa dan memperoleh pahala yang baik, dan sesungguhnya hal-hal itu hanya dapat diperoleh berkat amal yang baik dan ihlas kepada Allah dalam beramal.[31]
       Sesungguhnya laki-laki dan wanita sama haknya dihadapan Allah dan masalah penerima balasan, apabila mereka sama pula dalam perbuatannya. Dengan demikian, agar laki-laki mereka tidak diistimewakan berkat kekuatan dan kepemimpinannya yang lebih dari wanita, sehingga ia menganggap dirinya lebih dekat dengan Allah dibandingkan wanita.[32]
       Sesunguhnya Allah SWT telah menjelaskan latar belakang persamaan hak ini melalui firman-Nya ba’dhukum min ba’dh,  lelaki dilahirkan oleh wanita dan wanita dilahirkan oleh lelaki. Tidak terdapat perbedaan antara keduanya dalam status kemanusian ddan tidak ada yang lebih diantara keduanya kecuali dalam hal amal perbuatan. Amal-amalan itu dapat mengangkat derajat kaum wanita muslimah dimata kaum lelaki.[33]
       Sesungguhnya syariat ini telah memperbaiki perlakuan lelaki terhadap wanita, dan ia mengaku kehormatan wanita sebagai manusia. Ia mengingkari perlakuan kasar yang bisa dilakukan oleh sebagian umat. Sebab, ternyata sebagian dari mereka ada yang memperlakukan kaum wanita sebagaimana hewan yang ditundukkan untuk kemaslahatan kaum lelaki. Sebagian lainnnya menganggap, kaum wanita termasuk orang-orang yang tidak terkena taklif (kewajiban) agama, karena kaum ini beranggapan bahwa kaum wanita tercipta bukan dari roh yang abadi.[34]
       Apa yang diakui oleh orang-orang Barat, bahwa merekalah orang pertama yang mengakui kehormatan kaum wanita dan persamaannya dengan kaum lelaki, perkataan seperti itu tidak berdasarkan bukti yang benar. Agama Islam-lah yang paling dahulu mengakui hal itu, jauh sebelum hukum lainnya.[35]
       Adapun mereka sampai sekarang masih tetap berpegang pada hukumnya sendiri, baik yang berkait dengan masalah agama atau kebudayaan membedakan kaum pria dan wanita. Tetapi memang diakui bahwa kaum muslimin sedikit terbelakang dalam hal mendidik dan memberi pelajaran kepada kaum wanitanya dibandingkan mereka. Hanya saja hal itu tidak benar jika dijadikannya seperti itu.[36]

4.    Penafsiran Surat Ali Imran Ayat 195 Menurut M. Quraish Shihab
       Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya sangat jelas. Ia menginformasikan dengan betapa cepat sambutan Allah setelah mereka berzikir menghadirkan kebesaran Allah dan berpikir yang menghasilkan kesimpulan yang benar serta disertai dengan permohonan yang tulus. Kecepatan sambutan itu dipahami dari penggunaan huruf fa’ yang diterjemahkan “maka” didalam pernyataan-Nya: naka Tuhan mereka benar-benar memperkenankan buat mereka permohonan mereka dengan berfirman, sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan ganjaran amal orang-orang yang beramal diantara kamu, wahai ulul albab, atau semua yang bermohon dengan tulus, baik seorang laki-laki ataupun perempuan. Allah tidakmembada-bedakan kamu, hai laki-laki dan perempuan, karena sebagian kamu dari sebagian yang lain.[37]
       Setelah berbicara secara umum, kini disebutnya sebagian dari pengapdian serta amal shaleh yang berdoa itu dan ganjaran yang menanti mereka dengan menegaskan: maka orang-orang yang membuktikan ketulusan iman mereka dengan berhijrah, meninggalkan secera suka rela kempung halaman mereka demi karena Allah, dan yang diusir dengan paksa dari kampung halaman mereka, atau yang disakiti oleh siapapun pada jalan-Ku, dan yang berperang membela kebanaran dan yang dibunuh pastilah akan ku tutup kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka atas anugrah-Ku semata ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya sebagai pahala disisi Allah yang maha agung. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik, yakni sangat menyenangkan, bersinambung, lagi tidak mengakibatkan sedikit kekeruhanpun.[38]
       Firman-Nya diatas menyebut amal-amal shaleh setelah menjelaskan pengabulan doa mereka, menunjukkan bahwa doa dalam bentuk ucapan saja belum cukup, tetapi harus disertai dengan amal dan usaha dari yang berdoa itu.[39]
       Firman-Nya ba’dhukum min ba’dh yang diterjemahkan diatas dengan sebagian kamu dari sebagian yang lain, merupakan satu istilah yang digunakan untuk menunjukkan kebersamaan atau kemitraan, laki-laki dan perempuan berasal dari satu keturunan, dihimpun oleh satu ayah dan ibu, karena itu keadaan mereka sama dalam menerima permohonan mereka.[40]
       Istilah ba’dhuhum min ba’’dh atau ba’dhukum min ba’dh ditemukan dalam banyak tempat, antara lain ketika wahyu-wahyu ilahi berbicara tentang asal kejadian manusia (Q.S Ali Imran: 195) yang mengandung arti bahwa baik laki-laki ataupun perempuan lahir dari sebahagian laki-laki dan sebahagian perempuan yakni perpaduan anatar sperma laki-laki dan indung telur perempuan. Karena itu tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan dan derajat antara mereka, dan karenanya pula Allah tidak mengurangi sedikitpun ganjaran yang diberikan kepada masing-masing menyangkut amal kebaikan yang sama.[41]
       Kalimat serupa dikemukakan dalam hubungan suami istri: “bagaimana kamu akan mengambilnya kembali (mas kawin) padahal sebagian kamu telah (bercampur) dengan sebagian yang lain (sebagai suami istri)” (Q.S al-Nisak: 21). Percampuran yang direstui Allah terjadi berkat kerjasama dan kerelaan masing-masing untuk membuka rahasia yang terdalam, hal mana tidak mungkin terjadi tanpa kemitraan antara keduanya. Ayat lain yang menggunakan istilah di atas adalahdalam konteks kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat: “orang-orang mukminlaki-laki dan orang mukminat (perempuan) sebagian mereka adalah auliya (penolong, pembantu, pendukung) sebagian yang lain.” (Q.S. al-Taubah: 71).[42]
       Kalau diatas istilah yang dibicarakan ini dijadikan sebagai alasan pengabulan doa laki-laki dan perempuan, maka istilah tersebut dalam ayat ini dapat juga dipahami sebagai penjelas tentang kedudukan laki-laki dan perempuan disisi Allah dalam hal-hal yang dibicarakan oleh ayat ini, yakni bahwa keduanya sama pada keterlibatan berhijrah, diusir dari kampung halaman, disakiti pada jalan Allah, berperang dan yang dibunuh, dan sama pula dalam hal kepastian akan ditutup Allah kesalahan-kesalah mereka dan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Tentu saja berperanan dalam hal-hal tersebut dapat berbeda antara seorang laki-laki dengan laki-laki lain, antara seorang perempuan dengan perempuan lain, dan lebih-lebih antara perempuan dan laki-laki, masing-masing sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.[43]
       Ayat 191 sampai dengan ayat 195 merupakan metode yang sempurna bagi persucian jiwa, penalaran, dan pengamatan yang diajarkan islam. Ayat-ayat itu bermula dengan membawa jika ke arah kesucian, lalu mengarahkan akal kepada fungsi pertama di antara sekian banyak fungsinya, yakni mempelajari ayat-ayat Tuhan yang terbentang, kemudian berakhir dengan kesungguhan berapal, sampai dengan tingkat mengorbankan diri karena Allah SWT.[44]
5.    Penafsiran Surat Ali Imran Ayat 195 Menurut Sayyid Quthb
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.[45]

       Segalanya itu tidak hanya memikirkan dan merenungkan, tidak semata-mata khususk dan takut, dan tidak semata-mata menghadap kepada Allah supaya dihapuskan kesalahan-kesalahnya dan diselamatkan dari kehinaan dan apai neraka. Tetapi, ia adalah “amal”, amalan yang positif, yang lahir dari pengabulan dan respon ini, dan dari sensitifitas yang terlukis dalam rasa takutnya.[46]
       Amalan yang oleh islam dinialai sebagai ibadah seperti ibadah berpikir dan merenungkan kekuasaan Allah, zikir, istighfar, takut kepada Allah, dan menghadap kepada-Nya dengan penuh harap. Bahkan amalan yang oleh islam dianggap sebagai buah nyata yang diharapkan dari ibadah itu, amalan yang dapat diterima dari siapa saja pelakunya, laki-laki ataupun wanita, dengan tanpa membeda-bedakan jenisnya. Semuanya adalah sama sebagai manusia-manusianya adalah keturunan sebagai yang lain dan semuanya sama dalam timbangan.[47]
       Kemudian diperincilah amal-amal itu. Dijelaskanlah bahwa diantara amal-amalan ituada yang merupakan konsekuensi akidah terhadap jiwa dan harta, sebagaimana dijelaskan tabiat manhaj itu sendiri: tabiat bumi (dunia) tempat berlakunya manhaj itu, tabiat jalannya beserta hambatan-hambatan dan kendala-kendalanya harus menyingkirkan hambata-hambatan dan kendala-kendala itu, mempersiapkan tanah untuk ditanami tumbuhan yang baik, dan dimantabkannya di bumi ini, bagaimanapun pengorbanan yang harus diberikan dan bagaimanapun hambatan ynag merintangi.[48]
       “maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang diskiti pada jalanku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan ku hapus kesalahan-kesalahan mereka, dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala disisi Allah. Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.”[49]
       Inilah potret para juru dakwah yang dikhithabi dengan Alquran sejak kali pertama, yang berhijrah dari Makkah dan di usir dari kampung halamannya karena mempertahankan akidahnya, yang diganggu dan disakiti di jalan Allah bukan pada tujuan yang lain, yang berperang dan dibunuh. Akan tetapi, pada dasarnya, ini merupakan gambaran kondisi pemeluk akidah Islam, dibumi manapun dan pada masa kapanpun. Inilah potert mereka yang lahir ditengah-tengah masyarakat jahiliyah, apapun bentuk kejahiliayahannya, dibumi amanpun yang memusuhi mereka, diantara kaum yang memusuhi mereka, siapapun kaum itu, yang membuat sesak napas dan menderita menghadapi kerakusan dan hawa nafsu musuh-musuh itu, yang menghadapi gangguan dan pengusiran, sedang jumlah mereka pada masa-masa pertama itu, sedikit dan lebah kondisinya.[50]
       Kemudian mereka tumbuh dan berkembang sebagai tumbuahan yang baik karena memang mereka pasti tumbuh dan bekembang, bagaimanapun penderitaan yang mereka alami, dan bagaimanapun mereka diusir-usir. Lalu mereka berdiri tegar dan mampu membela diri. Maka, selanjutnya mereka mampu berperang dan diantaranya ada yang terbunuh. Nah, karena perjuangan yang sulit dan pahit inilah kesalahan-kesalah mereka dihapus dan karena itu pula mereka mendapat balasan dan pahala.[51]
       Inilah jalan manhaj Rabbani, yang ditakdirkan Allah akan terealisai dalam kenyataan hidup melalui perjuangan manusia yang dilakukan oleh orang-orang mukmin yang berjuang dijalan Allah untuk mencari keridhaan-Nya.[52]
       Inilah tabiat manhaj ini, unsur-unsur pendukungnya dan konsekuensi-konsekuensinya. Kemudian, inilah jalan manhaj ini dalam memberikan pendidikan. Ini pula jalannya dalam memberikan pengarahan, untuk beralih dari tahap mendapatkan kesan perasaan dengan memikirkan dan merenungkan ciptaan Allah ke tahap amalan yang positif sesuai dengan kesan kejiwaan itu, demi merealisasikan manhaj yang dikehendaki Allah.[53]


                [1]Ahmad Musthofa al Maraghi, Tafsir al Maraghi, tjm Bahrun Abu Bakar dan Hery Noer Aly, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1974) hal.287
                [2]ibid
                [3]ibid
                [4] M. Quraish Shihab, tafsir Al Misbah (Jakarta: LenteraHati, 2002) hal.299
                [5]Kementerian Agama RI.Alquran dan Tafsirnya.juz 4, (Jakarta:Widya Cahaya,2011),hal.101
                [6]M, Quraisyh Syihab, Tafsir Al Misbah, (jakarta: Lentera Hati, 2002), hal 301
                [7]Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984), hal. 271
                [8]ibid
                [9]ibid
                [10]ibid
                [11]ibid
                [12]ibid
                [13]ibid
                [14]ibid
                [15]ibid
                [16]ibid
                [17]ibid
                [18]ibid
                [19]ibid
                [20]ibid
                [21]ibid
                [22]ibid
                [23]ibid
                [24]ibid
                [25]Ibid.
                [26]Ibid.
                [27]Ibid.
                [28]Kementerian Agama RI.Alquran dan Tafsirnya.juz 4, (Jakarta:Widya Cahaya,2011),hal.101
                [29]ibid
                [30]Q.S. Ali Imran: 195
                [31] Ahmad Musthofa al Maraghi, Tafsir al Maraghi, tjm Bahrun Abu Bakar dan Hery Noer Aly, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1974) hal.297
                [32]ibid
                [33]Ibid.
                [34]Ibid.
                [35]Ibid.
                [36]Ibid.
                [37] M,Quraish, Shihab,.Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta:Lentera Hati.2002).hal.299
                [38]Ibid;hal 300
                [39]Ibid.
                [40]Ibid.
                [41]Ibid.
                [42]Ibid.
                [43]Ibid.
                [44]Ibid.
                [45]Q.S. Ali Imran:195
                [46]Sayyid Quthb, Tafsir fi zzhilalil Quran (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal.249
                [47]Ibid.
                [48]Ibid.
                [49]Ibid.
                [50]Ibid; 250
                [51]Ibid.
                [52]Ibid.
                [53]Ibid.